Logika Sederhana Adanya Sang Pencipta

 Logika Sederhana Adanya Sang Pencipta                         

1. Logika Gamblang Orang Badui: “Kalau ada kotoran unta, pasti ada untanya”

Hal ini disebutkan dalam banyak kitab-kitab ulama lintas mazhab akidah dan ushul fikih. 


• Disebutkan oleh Asy-Syaikh Ahmad bin Isma'il Al-Kurani (w. 893 H) dalam syarah beliau terhadap kitab Ushul Fiqh “Jam’ul Jawāmi’” karya Al-Imam Tajuddin As-Subki (w. 771 H), bahwa ada seorang A’rabi, orang Arab pedalaman saat ditanya bagaimana ia mengenal Rabb-nya, dijawabnya,


الْبَعْرَةُ تَدُلُّ عَلَى الْبَعِيرِ وَآثَارُ الْأَقْدَامِ تَدُلُّ عَلَى الْمَسِيرِ فَسَمَاءٌ ذَاتُ أَبْرَاجٍ وَأَرْضٌ ذَاتُ فِجَاجٍ فَكَيْفَ لَا يَدُلَّانِ عَلَى الصَّانِعِ الْخَبِيرِ؟


“Kotoran unta pasti menunjukkan keberadaan unta. Jejak kaki pasti menunjukkan adanya orang yang berjalan. Langit yang  penuh dengan bintang dan bumi yang memiliki lereng gunung, bagaimana bisa semua alam semesta itu tidak menunjukkan adanya Rabb Sang Pencipta lagi Maha Mengetahui?”


[Al-Kurani, Ad-Durarul Lawāmi’ fi Syarhi Jam’il Jawāmi’ (IV/172-173). Madinah: Universitas Islam Madinah, 2008.]


• Disebutkan pula oleh Al-Imam Jalaluddin Al-Mahalli (w. 864 H) dalam syarah beliau pada “Jam’ul Jawāmi’”:


كَمَا أَجَابَ الْأَعْرَابِيُّ الْأَصْمَعِيَّ عَنْ سُؤَالِهِ بِمَ عَرَفْت رَبَّك فَقَالَ: ‌الْبَعْرَةُ ‌تَدُلُّ عَلَى الْبَعِيرِ وَأَثَرُ الْأَقْدَامِ تَدُلُّ عَلَى الْمَسِيرِ فَسَمَاءٌ ذَاتُ أَبْرَاجٍ وَأَرْضٌ ذَاتُ فِجَاجٍ أَلَا تَدُلُّ عَلَى اللَّطِيفِ الْخَبِيرِ


“... Sebagaimana seorang Arab pedalaman menjawab pertanyaan Al-Ashma’i, ‘Dengan apa kamu mengenal Rabbmu?’. Dia berkata, ‘Kotoran unta pasti menunjukkan keberadaan unta. Jejak kaki pasti menunjukkan adanya orang yang berjalan. Langit yang  penuh dengan bintang dan bumi yang memiliki lereng gunung, tidakkah itu semua (alam semesta) menunjukkan adanya Allah Al-Lathīf Al-Khabīr?’.”


[Al-‘Aththar, Hasyiyah Al-‘Aththar ‘ala Syarh Al-Mahalli ‘ala Jam’il Jawāmi’ (II/444-445). Beirut: Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, t.]


• Dijelaskan oleh Al-Imam Syamsuddin As-Safiri (w. 956 H) dalam kitab syarah beliau pada Shahih Al-Bukhari, berjudul "Al-Majālisul Wa’zhiyyah":


وَسَأَلَ الْأَصْمَعِيُّ بَعْضَ الْأَعْرَابِ فَقَالَ لَهُ: كَيْفَ عَرَفْتَ اللهَ: فَقَالَ: الْبَعْرَةُ تَدُلُّ عَلَى الْبَعِيْرِ، وَالرَّوْثُ يَدُلُّ عَلَى الْحَمِيْرِ، وَآثَارُ الْأَقْدَامِ عَلَى الْمَسِيْرِ، فَسَمَاءٌ ذَاتُ أَبْرَاجٍ، وَأَرْضٌ ذَاتُ فِجَاجٍ، وَأَبْحَرٌ ذَاتُ أَمْوَاجِ أَلَا يَدُلُّ ذَلِكَ عَلىَ اللَّطِيْفِ الْخَبِيْرِ؟


Al-Ashma’i bertanya kepada seorang Arab badui, “Bagaimana kamu mengenal Allah?” Dia menjawab, “Kotoran unta pasti menunjukkan adanya unta, kotoran keledai pasti menunjukkan adanya keledai, bekas tapak kaki pasti menunjukkan adanya orang yang berjalan, lalu langit dengan segala bintangnya, bumi dengan segala lereng gunung, dan samudra dengan segala ombak, apakah alam semesta semuanya ini tidak menunjukkan adanya Allah Al-Lathif Al-Khabir?”


[As-Safiri, Al-Majalis Al-Wa’zhiyyah (I/461). Beirut: Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, 2004]


• Diterangkan juga oleh Asy-Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan dalam syarah beliau pada "Al-Ushul Ats-Tsalatsah":


فَهَذَا الْخَلْقُ يَدُلُّ عَلَى الْخَالِقِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، وَلِهَذَا لَمَّا قِيْلَ لِأَعْرَابِيٍّ عَلَى الْبَدِيْهَةِ بِمَ عَرَفْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: ‌الْبَعْرَةُ ‌تَدُلُّ عَلَى الْبَعِيْرِ وَالْأَثَرُ يَدُلُّ عَلَى الْمَسِيْرِ، أَلَا يَدُلُّ هَذَا الْكَوْنُ عَلَى اللَّطِيْفِ الْخَبِيْر؟ إِذَا رَأَيْتَ أَثَرَ قَدَمٍ عَلَى الْأَرْضِ أَمَا يَدُلُّكَ هَذَا عَلَى أَنَّ أَحَدًا مَشَى عَلَى هَذِهِ الْأَرْضِ، إِذَا رَأَيْتَ بَعْرَ بَعِيْرٍ، أَلَا يَدُلُّكَ هَذَا عَلَى أَنَّ هَذِهِ الْأَرْضِ فِيْهَا إِبِلٌ، أَوْ مَرَّ عَلَيْهَا بَعِيْرٌ؟


“Makhluk semua ini menunjukkan adanya Al-Khaliq, Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu tatkala seorang badui ditanya bagaimana engkau mengenal Rabb-mu, tanpa pikir panjang ia menjawab, ‘Kotoran unta itu pasti menunjukkan adanya unta, jejak kaki itu pasti menunjukkan ada yang berjalan. Tidakkah alam semesta semua ini menunjukkan adanya Allah Al-Lathīf Al-Khabīr?’ (Maksudnya) apabila engkau melihat jejak kaki di tanah bukankah itu membuktikanmu bahwa seseorang yang telah berjalan di atasnya. Apabila engkau melihat kotoran unta, bukankah itu membuktikanmu bahwa di situ ada untanya atau dilewati unta?”


[Al-Fauzan, Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah (h. 104). Beirut: Ar-Risalah, 2006]

2. Angka Sebanyak Apapun Asalnya ada 1 (Satu), Alam Semesta ini Sebanyak Apapun Makhluk, Pasti Ada Penciptanya yang Satu

Hubungan angka 1 terhadap angka 2, 3, 4, hingga ∞ (tak terhingga) adalah seperti hubungan angka semua itu dengan angka 1. Semua angka tersebut asalnya adalah 1. Alam semesta sebanyak apapun makhluknya, asalnya adalah dari satu Pencipta, yaitu Allah ta’ala. 


Perumpamaan lain seperti ketika seseorang menggambar apapun pasti dimulai dari 1 titik. Demikian pula alam semesta semua ini asalnya juga dari Allah, Sang Pencipta Yang Maha Esa.

3. Rahasia Basmalah Terkumpul di Huruf Ba’

Asy-Syaikh As-Sayyid Al-Bakri Syatha Ad-Dimyathi (w. 1310 H) menyebutkan dalam kitab "I’ānatuth Thālibīn" yang merupakan syarah dari "Fathul Mu’īn":


وَأَنَّ مَعَانِي كُلِّ الْكُتُبِ مَجْمُوْعَةٌ فِي الْقُرْآنِ، وَمَعَانِيهِ مَجْمُوْعَةٌ فِي الْفَاتِحَةِ وَلِهَذَا سُمِّيَتْ أُمُّ الْكِتَابِ وَمَعَانِيهَا مَجْمُوْعَةٌ فِي الْبَسْمَلَةِ، وَمَعَانِيهَا مَجْمُوْعَةٌ فِي بَائِهَا، وَمَعْنَاهَا: ‌بِيْ ‌كَانَ ‌مَا كَانَ، وَبِيْ يَكُوْنُ مَا يَكُوْنُ ... وَمَعَانِي الْبَاءِ فِي نُقْطَتِهَا، وَمَعْنَاهَا: أَنَا نُقْطَةُ الْوُجُوْدِ، الَمُسْتَمِدُّ مِنِّيْ كُلُّ مَوْجُوْدٍ.


Makna semua kitab yang diturunkan terkumpul di dalam Al-Qur’an. Makna Al-Qur’an terkumpul di dalam Al-Fatihah, oleh karena itu disebut Ummul Kitab. Makna Al-Fatihah terkumpul di dalam Basmalah. Makna Basmalah terkumpul di huruf Ba’-nya yang bermakna: 


“Dengan-Ku (Allah) menjadi ada segala sesuatu yang telah ada, dan dengan-Ku pula akan menjadi ada segala sesuatu yang akan ada.”


Dan makna huruf Ba’ (ب) tersebut ada pada nuqthah/ titiknya, yang memiliki makna bahwa Allah adalah titik awal yang menjadikan segala yang ada menjadi ada, semua yang ada mendapatkan pertolongan-Nya.


[Al-Bakri Syatha, I’anatuth Thalibin (I/11). Beirut: Darul Fikr, 1997]


Al-Imam Ibnu Juzay Al-Maliki (w. 741 H) berkata,


فَجَمِيْعُ الْمَوْجُوْدَاتِ مِنَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتِ وَالْحَيَوَانَاتِ وَالْجَمَادَاتِ: مِنَ الْجِبَالِ وَالْبِحَارِ وَالْأَنْهَارِ وَالْأَشْجَارِ وَالثِّمَارِ وَالْأَزْهَارِ وَالرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ وَالْأَمْطَارِ وَالشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَالنُّجُوْمِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَكُلِّ صَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ فِيهِ آثَارُ الصَّنْعَةِ وَلَطَائِفُ الْحِكْمَةِ وَالتَّدْبِيْرِ، فَفِي كُلِّ شَيْءٍ دَلِيلٌ قَاطِعٌ وَبُرْهَانٌ ‌سَاطِعٌ ‌عَلَى ‌وُجُوْدِ ‌الصَّانِعِ، وَهُوَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ وَخَالِقُ الْخَلْقِ أَجْمَعِينَ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ


“Maka semua sesuatu yang ada pada bumi, langit, hewan, benda mati seperti semua gunung, lautan, sungai, pohon, buah, bunga, angin, awan, hujan, matahari, bulan, bintang, pergantian siang-malam, dan segala sesuatu kecil maupun besar, itu semua terdapat atsar/bukti/jejak penciptaan, hikmah dan segala pengaturan-Nya. Di dalam segala sesuatu terdapat bukti absolut dan argumen yang terang benderang akan adanya Sang Pencipta yaitu Allah Rabb semesta alam, Sang Pencipta seluruh makhluk.”


[Ibnu Juzay, Al-Qawānin Al-Fiqhiyyah fi Talkhīsh Madzhab Al-Mālikiyyah (h. 25-26). Beirut: Dar Ibni Hazm, 2013]


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ اَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ


“Apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” [QS. Ath-Thur:35]


Untuk membantah orang-orang yang ingkar kepada Allah adalah dengan mempertanyakan dan mengajak berpikir tentang diri mereka sendiri, juga termasuk terciptanya alam semesta beserta seluruh makhluk.

Kemungkinan Pertama: Tercipta begitu saja

Apakah alam semesta yang seteratur dan seindah ini tercipta begitu saja tanpa sebab, tanpa ada yang menciptakan? Tentu sangat mustahil. Kata Asy-Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya, “Pertama, tidak ada pencipta yang menciptakan mereka tapi mereka ada begitu saja tanpa ada yang mengadakannya, dan ini inti dari kemustahilan.”

Kemungkinan Kedua: Menciptakan diri sendiri

Apakah mereka (orang-orang yang ingkar), seluruh makhluk, alam semesta ini menciptakan dirinya sendiri, padahal untuk bisa menciptakan dirinya sendiri saja harus ada terlebih dahulu. Asy-Syaikh As-Sa’di jelaskan, “Ini juga mustahil, sebab tidak bisa dibayangkan bagaimana seseorang menciptakan dirinya sendiri.”

Kemungkinan Ketiga: Diciptakan Sang Pencipta

“Karena dua kemungkinan tersebut tidak benar dan jelas-jelas mustahil, maka yang tersisa adalah kemungkinan ketiga yaitu Allah-lah yang menciptakan mereka. Karena hal ini telah diketahui, di mana tidak selayaknya ibadah diberikan kecuali hanya kepada-Nya,” pungkas Asy-Syaikh As-Sa’di.


Ayat inilah yang membuat seorang Sahabat jantungnya mau copot saking kuatnya argumen yang terkandung di dalam ayat tersebut. Disebutkan riwayat dalam Shahih Al-Bukhari:


عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّورِ فَلَمَّا بَلَغَ هَذِهِ الْآيَةَ { أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمْ الْخَالِقُونَ أَمْ خَلَقُوا السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بَلْ لَا يُوقِنُونَ أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمْ الْمُسَيْطِرُونَ } قَالَ كَادَ قَلْبِي أَنْ يَطِيرَ


Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya (Jubair bin Muth’im) radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendengar Nabi ﷺ membaca Surat Ath-Thur dalam salat Magrib, ketika sampai pada ayat ini... hampir-hampir saja hatiku mau terbang.”


[Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari (h. 592) no. 4853. Kairo: Dar Ibnil Jauzi, 2009]


Sumber: Sabilun Nashr


Penulis: Permana Putra

Posting Komentar untuk "Logika Sederhana Adanya Sang Pencipta"