Demokrasi Itu Konsep & Ajaran Siapa? Ternyata Ini Kebenarannya!


Assalamu'alaikum. Para pembaca dirahmati Allah semuanya, untuk diketahui bersama bahwa dari dulu ajaran Aristoteles itu selalu membawa bencana dan malapetaka. Ketika kitab-kitab Aristoteles diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, maka mulai masuklah ke dalam Islam ilmu kalam yang mana berawal dari ilmu inilah akal manusia lebih dikedepankan daripada Wahyain (Al-Qur’an dan Sunnah).

Dari sini lah kemudian umat manusia, khususnya kaum Muslimin mulai terombang ambing dalam perkara agama, sehingga banyak umat Islam yang jatuh ke dalam syirik dalam masalah Asmâ’ wa Shifât. Da’i-da’i sesat pun mulai bertebaran semisal Al-Ja’ad bin Dirham, Jahm bin Shafwan, Bisyr Al-Mirisi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.

Tidak hanya itu menimpa kalangan awam Muslimin, fitnah dan ujian dari kitab dan ajaran Aristoteles inipun membuat para ulama pun juga terkena ujian tersebut, semisal Imam Ahmad bin Hambal dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

Demikian pula pada zaman sekarang ini, ajaran Aristoteles kemudian tertuang dalam bentuknya yang lain, yaitu sistem Demokrasi. Melalui Demokrasi inilah seluruh ajaran agama yang terdapat di Wahyain (Al-Qur’an & Sunnah) ditinggalkan oleh umat Islam, dan manusia lebih mendahulukan Demokrasi daripada Wahyain, persis seperti pendahulu mereka.

Hingga kemudian, manusia pun banyak yang akhirnya terjatuh ke dalam syirik Tha’ah (ketaatan) tersebut. Para da’i sesat penyebar dan pendukung konsep dan ajaran Demokrasi pun kemudian menggurita dan bertebaran..

..sedang para ulama yang lurus dan berpegang teguh kepada sunnah da syariat pun tertimpa ujian dan fitnah, berupa cap buruk seperti tuduhan teroris hingga tak sedikit yang berujung dengan dipenjarakan oleh rezim.

Demikianlah ajaran Aristoteles si penyembah kawâkib (bintang-bintang) tetap lestari dan langgeng hingga zaman ini dan menjadi bala dan malapetakan bagi umat Islam. Akan tetapi ayyuhal ikhwah, obat dari semua ini hanyalah satu, yaitu sebagaimana ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

من كان مستنا فليستن بمن قد مات أولئك أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم كانوا خير هذه الأمة، أبرها قلوبا وأعمقها علما وأقلها تكلفا، قوم اختارهم الله لصحبة نبيه صلى الله عليه وسلم ونقل دينه فتشبهوا بأخلاقهم وطرائقهم فهم كانوا على الهدي المستقيم.

“Barangsiapa yang ingin mengikuti sesuatu, maka ikutilah orang yang sudah mati, merekalah para shahâbat Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sebaik-baik umat, yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit pembebanannya. Merekalah kaum yang dipilih oleh Allâh untuk menemani Nabi-Nya shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan menukil agama-Nya. Maka serupailah akhlâq mereka dan jalan hidup mereka. Karena mereka berada di atas petunjuk yang lurus”.

Perkataan Ibnu Mas’ud ini pun selaras dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan Rasulullah dan para sahabatnya yang mulia radhiyallahu ‘anhu ‘ajmain sebagai panutan dan petunjuk dalam mengarungi kehidupan, baik kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Allah berfirman,

فَإِنْ ءَامَنُوا۟ بِمِثْلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهْتَدَوا۟ ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنَّمَا هُمْ فِى شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ ٱللَّهُ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ ﴿١٣٧﴾

Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 137)

Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata...

“Pada ayat ini Allah menjadikan iman para saahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai timbangan (tolak ukur) untuk membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebatilan. Apabila Ahlul Kitab beriman sebagaimana berimannya para sahabat, maka sungguh mereka mendapat hidayah (petunjuk) yang mutlak dan sempurna. Jika mereka (Ahlul Kitab) berpaling (tidak beriman), sebagaimana imannya para sahabat, maka mereka jatuh ke dalam perpecahan, perselisihan, dan kesesatan yang sangat jauh…”.

Selain itu, Allah juga berfirman dalam ayat yang lainnya agar umat manusia mengikuti jalan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman,

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا ﴿١١٥﴾

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. An-Nisaa’ 4 : 115)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat dan kaum Muslimn seluruhnya agar berpegang teguh dengan sunnahnya dan sunnah para sahabat yang mendapat petunjuk, dan bukan mengikuti konsep dan ajaran yang selain Allah dan Rasulullah perintahkan dan tuntunkan. Rasulullah bersabda,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي

Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnah-ku dan sunnah para Khulafaur-Rasyidin yang mendapat petunjuk”. (HR. Abu Daud). [Oleh: Ustâdz Abû ‘Utsmân An-Najdiy/Edt; Abd]

Sumber: Mata-Media

Posting Komentar untuk "Demokrasi Itu Konsep & Ajaran Siapa? Ternyata Ini Kebenarannya!"