Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 4: Jabhah Nusrah dan ISIS]

Sejarah Berdirinya Khilafah [Bagian 4: Jabhah Nusrah dan ISIS]

Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 4: Jabhah Nusrah dan ISIS]

Credit: Abu Yusuf untuk Al-Mustaqbal Channel

Lanjutan dari Bab 3 - Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 3: Daulah Islam Iraq]

Arab Spring, adalah sebuah revolusi yang menular di negara-negara Arab. Rakyat beramai-ramai turun ke jalan menuntut pergantian rezim yang rata-rata telah berkuasa selama 25-30 tahun.

Sebagian dari revolusi tersebut gagal, namun sebagian lagi berhasil menjatuhkan raja-raja diktator yakni Ben Ali, Muammar Qadaffi, dan Hosni Mubarak.

Disaat sebagian besar revolusi di berbagai negara mulai mereda, hanya Suriah yang masih menyala. Bashar Al Assad lebih memilih membunuh rakyatnya sendiri daripada harus lengser dari kekuasaan.

Kedzaliman dan pembantaian terjadi di mana-mana sedangkan dunia dan pemimpin Islam hanya bisa mengecam. Rakyat Suriah pun berteriak meminta pertolongan kepada kaum muslimin.

Maka Amirul Mukminin Daulah Islam Iraq, Syaikh  Abu Bakar Al Baghdadi tidak memiliki pilihan lain kecuali mengirimkan tentaranya ke Suriah. Karena Daulah Islam Iraq memiliki kemampuan, persenjataan, dan tentara untuk bergerak kesana, maka wajiblah atas Daulah membela mereka yang tertindas.

Ini juga merupakan realisasi dari cita-cita Abu Mus’ab Az Zarqawi, dimana ia menginginkan suatu pasukan yang dapat “diekspor” untuk membantu kaum muslimin. Maka inilah Daulah Islam Iraq pada hari itu mewujudkan kenyataan tersebut.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Usamah Al Iraqiy, salah seorang tentara Daulah Islam Iraq, bahwa Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi mulai membentuk unit khusus yang akan dikirim ke Suriah.

Beliau menyisihkan sebagian dari tentaranya, dan mengangkat seorang pemimpin atas mereka. Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi menginginkan seseorang yang pantas untuk beliau kirim ke Syam yang memenuhi beberapa kriteria, di antaranya dia itu asli Syam dan mengetahui tabi’at kaum muslimin di sana serta kriteria lainnya.

Salah seorang syaikh, memberikan usulan kepada Abu Bakar Al Baghdadi agar menjadikan Abu Muhammad Al Jaulani sebagai pemimpin pasukan di Suriah. Syaikh tersebut berani merekomendasikan hal tersebut setelah bertemu dan mendidiknya di sebuah penjara di Iraq.

Abu Muhammad Al Jaulani pernah dinominasikan oleh Syaikh tersebut sebagai Juru Bicara Daulah Islam Iraq, namun jabatan  itu jatuh kepada Abu Muhammad Al Adnani. Dan Al Jaulani pun akhirnya ditugaskan di sebuah Divisi Keamanan Daulah Iraq provinsi Nainawa sebagai salah satu penasehat.

Abu Bakar Al Baghdadi lalu meminta agar dipertemukan langsung dengan Al Jaulani, dan Syaikh Al Baghdadiy mendapatkan Al Jaulaniy sebagai orang yang baik untuk beliau utus dalam rangka tugas ini dan telah selesai penetapan politik umum untuk jama’ah yang mana Al Jaulaniy akan bekerja di dalamnya dan selesai pula penjelasan beberapa point penting baginya.

Di antara pesan dan syarat terpenting yang disampaikan oleh Abu Bakar Al Baghdadi kepada Al Jaulaniy adalah peleburan sayap Daulah di Syam (yakni Jabhah Nushrah) bersama Daulah Islam Iraq atau pembubaran jama’ah tersebut jika diminta.

Al Jaulani menyetujui syarat-syarat tersebut lalu memperbaharui bai’atnya kepada syaikh Al Baghdadiy secara langsung untuk assam’u wath thaa’ah dalam kondisi giat dan malas sebelum ia dikirim ke Syam bersama bersama mujahidin pilihan dari Daulah Islam Iraq.

Setelah pembai’atan tersebut, Abu Bakar Al Baghdadi membagi harta Daulah di Baitul Mal dan membaginya kepada pasukan baru tersebut (yaitu Jabhah Nushrah), dan juga dilakukan pembagian persenjataan dan perlengkapan yang ada di batalion-batalion Daulah, bahkan batalion-batalion Daulah menderita kekurangan senjata dan perlengkapan akibat pengiriman sebagian persenjataan dan perlengkapannya ke Syam.

Abu Bakar Al Baghdadi menyampaikan terkait hal ini:

“Ketika kondisi kaum muslimin di negeri Syam telah sampai pada keadaan penumpahan darah, penodaan kehormatan (oleh rezim Nushairiyah Suriah), penduduk Syam meminta bantuan mereka sementara masyarakat internasional berlepas diri dari mereka..

..maka tiada pilihan bagi kami kecuali bangkit untuk menolong mereka.

Maka kami mengutus (Abu Muhammad) Al-Jaulani (untuk memimpin Jabhah Nushrah), dan dia adalah salah seorang tentara kami dan bersamanya sejumlah orang dari putra-putra kami.

Kami berangkatkan mereka dari Irak menuju Syam untuk bertemu dengan sel-sel jihad kami di negeri Syam.

Kami merumuskan bagi mereka perencanaan-perencanaan dan kami tetapkan untuk mereka pengendalian operasi (siyasat al-’amal), dan kami biayai mereka dari baitul mal kaum muslimin (Daulah Islam Irak) setiap setengah bulan sekali..

..dan kami dukung mereka dengan personil-personil yang telah matang di medan-medan jihad dari kalangan muhajirin dan anshar.”

Dan setelah pengorbanan darah dan peperangan serta kemajuan di atas lapangan, maka Allah memberikan kemenangan bagi Jabhah Nushrah di Syam dan Allah memberikan bagi mereka tamkin di bumi Syam dan di dalam hati manusia serta naiklah popularitas mereka.

Setelah kemenangan besar yang diraih Jabhah Nushrah. Daulah Islam Iraq meminta perlengkapan-perlengkapan peledak, seperti detonator dan meminta istisyhadiyyin dan meminta bahan-bahan peledak serta yang lainnya dari Al Jaulaniy.

Sebab kekurangan bahan-bahan ini di Iraq adalah karena dahsyatnya peperangan terhadap kaum murtaddin dan Rafidhah, sedangkan kebutuhan mujahidin kepadanya sangat besar, sehingga mereka meminta bantuan Syam untuk menutupi kekurangan ini.

Akan tetapi permintaan-permintaan mujahidin di Iraq ini tidak dipenuhi oleh Al Jaulaniy, kecuali setelah pengiriman surat berkali-kali dan tekanan agar ia mengirimkan sedikit saja dan dengan kereta api. Al Jaulani juga menolak instruksi Daulah Islam agar menyerang target tertentu.

Para petinggi Daulah Islam Iraq berprasangka baik bahwa Al Jaulaniy mungkin sedang disibukkan dengan peperangannya melawan tentara Bashar Al Assad. Namun tak lama berselang, sampailah surat-surat dari utusan-utusan Daulah di Syam yang menjelaskan bahwa Al Jaulaniy mulai berupaya membentuk sebuah Imarah lewat tindakan-tindakannya dan ucapan-ucapannya.

Di mana ia sering sekali mendengung-dengungkan bahwa ia tidak ingin mengulangi politik Daulah Islam Iraq, kekeliruan-kekeliruan Daulah, tindakannya, metodenya dan ini dan itu. (Ingat, berita ini disampaikan pada tahun 2012, dan kini terbukti. ed-)

Sikap ini yang mengusik kecurigaan utusan-utusan Daulah di Syam, akan tetapi Qiyadah (petinggi) Daulah Islam Iraq mengabaikan hal ini dan mereka mencarikan udzur bagi Al Jaulaniy dengan sebab tanggung jawab yang dibebankan ke atas pundaknya, padahal surat-surat itu terus berdatangan.

Suatu hari datanglah amir suatu jama’ah jihadiyyah yang berada di salah tsughur kaum muslimin yang besar, dan dia menemui Al Jaulaniy dan terus dia menjelaskan tujuannya bahwa dia itu ingin berbai’at.

Maka Al Jaulaniy menyodorkan kepadanya tiga pilihan:

  • Membai’at Al Jaulaniy sendiri, atau..
  • Membai’at syaikh Aiman Adh Dhawahiriy, atau..
  • Membai’at syaikh Abu Bakar Al Baghdadiy

Maka syaikh itu (amir jama’ah tadi) meminta bertemu dengan Syaikh Abu Bakar Al Baghdadiy dan dia-pun datang ke Iraq untuk menjumpai Syaikh Al Baghdadiy..

..dan setelah berjumpa dengan para komandan di Daulah dan bertemu dengan Abu Bakar Al Baghdadiy serta menyatakan bai’atnya, maka dia berbicara tentang apa yang terjadi di Syam sebelum dia sampai (di Iraq). Yakni pernyataan aneh Al Jaulani.

Saat itulah para pimpinan Daulah Islam Iraq mengetahui bahwa Al Jaulaniy berupaya memisahkan diri dari Daulah. Qiyadah Daulah dan Majlis Syura Daulah melakukan itjima’, dan memanggil Al Jaulaniy untuk berbicara dengannya seputar apa yang terjadi.

Sebelum berangkat ke Iraq, Al Jaulani diketahui berbicara kepada orang-orang kepercayaannya, bahwa seandainya dia terbunuh maka itu adalah perbuatan Daulah Islam Iraq. Sebagian orang menasehatinya atas ucapannya itu dan mereka berkata kepadanya:

"Seandainya kamu terbunuh oleh tangan Nushairiyyah atau Rafidhah di tengah perjalananmu, maka ucapanmu ini akan menimbulkan fitnah besar."

Al Jaulaniy-pun berangkat untuk menemui Syaikh Al Baghdadiy dan para petinggi Daulah.

Saat bertemu, Al Jaulaniy mengakui sebagian kesalahan dan tidak mengakui sebagian yang lainnya dan ia berjanji untuk memperbaiki kesalahan apapun yang berkaitan dengan politik, Imarah dan ucapan yang pernah muncul darinya serta hal lainnya.

Dan ia pun kembali ke Syam, namun keadaannya tetap seperti sebelumnya dan tidak ada perubahan, serta surat-surat utusan-utusan Daulah juga terus berdatangan menjelaskan seputar apa yang sedang terjadi..

.maka Daulah Islam Iraq pada akhirnya yakin bahwa Al Jaulaniy sedang berupaya untuk tujuan tertentu, maka Daulah Islam Iraq melakukan langkah terakhir yaitu mengirim Syaikh yang dahulu merekomendasikan Al Jaulaniy kepada Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi sebagai pemimpin Jabhat Al Nusra, maka Daulah mengutusnya untuk menemui Al Jaulaniy dalam rangka menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik.

Kemudian setelah syaikh itu kembali ke Irak setelah menemui Al Jaulaniy. Ia menyampaikan bahwa Al Jaulaniy telah final dalam memutuskan akan mendirikan Imarah sendiri, dan ia mengukuhkan kepemimpinannya terhadap urusan jama’ah-nya (maksudnya, Daulah Islam tidak boleh ikut campur, ed-).

Terkait keinginan Al Jaulani tersebut, maka Daulah Islam pun memutuskan agar segera mendeklarasikan pelebaran wilayah Daulah ke Syam, dan menghapus Jabhat An Nusra secara terang-terangan dan meleburnya ke dalam Daulah yang dinamakan Daulah Islam Iraq dan Syam (ISIS).

Maka pada tanggal 9 April 2013, ISIS pun dideklarasikan!

Dalam pengumumannya Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi berkata:

“Pada saat itu kami tidak mengumumkan (identitas asli Jabhat An Nusra adalah kami) karena faktor-faktor keamanan, dan agar rakyat bisa melihat hakekat dari Daulah (Islam Irak), hakekat sebenarnya yang jauh dari pencitraan buruk dan kebohongan oleh media massa.

Kini telah tiba saatnya kami mengumumkan kepada penduduk negeri Syam dan seluruh masyarakat dunia bahwa Jabhah Nushrah tidak lain hanyalah perpanjangan dari Daulah Islam Irak dan bagian darinya.

Kami telah membulatkan tekad, setelah beristikharah kepada Allah Ta’ala dan bermusyawarah dengan orang-orang yang kami percayai agama dan kebijaksanaan mereka..

..untuk terus melanjutkan perjalanan menanjak jama’ah ini, dan tidak mempedulikan apapun celaan yang akan ditujukan kepada kami, karena sesungguhnya ridha Allah di atas segala-galanya, apapun yang akan menimpa kami karena hal itu.

Maka dengan ini kami meniadakan nama Daulah Islam Irak dan meniadakan nama Jabhah Nushrah, dan kami menggabungkan keduanya dalam satu nama baru: Daulah Islam di Irak dan Syam (ISIS).

Demikian pula kami mengumumkan penyatuan bendera, bendera Daulah Islam, bendera Khilafah Islamiyah, insya Allah.”

Setelah mendengar pengumuman tersebut, pasukan Daulah Islam Iraq  yang sebelumnya bersama Jabhat An Nusra, lalu berbondong-bondong menggabungan diri ke ISIS.

Adapun Al Jaulani tidak berani mengingkari pernyataan Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi tersebut, dan hanya mengeluh bahwa pengumuman ini tidak dikonsultasikan terlebih dahulu kepadanya.

Al Jaulani lalu menyatakan bahwa kelompoknya memisahkan diri dari ISIS, membatalkan bai’atnya, dan menyatakan bai’atnya kepada Syaikh Ayman Ad Dzawahiri, amir Al Qaeda.

Maka berpisahlah pada hari itu mujahidin-mujahidin Iraq pendiri Jabhat An Nusra, dan tidak tersisa di Jabhat An Nusra kecuali ikhwah-ikhwah yang berhasil direkrut oleh Al Jaulani di Suriah.

Kejadian seperti ini bukanlah yang pertama kali bagi Daulah Islam, melainkan yang kedua kalinya.

Adalah Abu Ishaq Al Iraqi, salah seorang mujahidin Daulah Islam Iraq yang pernah melakukan hal yang sama lalu berbai’at kepada Al Qaeda. Insyallah akan dikupas di bagian lain halaman ini.

Deklarasi ini mengejutkan banyak orang, dan banyak yang mengatakan bahwa deklarasi ini terburu buru, keliru dan berbahaya bagi proyek Jihad di Suriah dan bahwasannya pengumuman ini datang pada waktu yang tidak tepat. Memang benar jika dinyatakan bahwa deklarasi ini terburu-buru, karena deklarasi ini dipicu oleh Al Jaulani yang tanpa diduga ternyata berusaha membuat Imarah baru, sehingga Daulah Islam Irak menyegerakan deklarasi ini.

Bagaimana mungkin Daulah Islam Irak tidak ‘panik’, sedangkan Al Jaulani berusaha memisahkan para mujahidin Daulah yang dikirim bersamanya ke Suriah dari Daulah Islam Irak. Sedangkan Daulah Islam Irak itu sejak awal berdirinya berusaha mempersatukan para mujahidin di bawah naungannya. Apakah mungkin Daulah Islam Irak sengaja sejak awal menciptakan, membiayai dan menginginkan sebuah faksi jihad atau Imarah baru yang berlepas darinya?

Terlepas dari tepat atau tidak tepatnya waktu pendeklarasian, qadarullah hari demi hari jusru memperlihatkan bahwa ini merupakan strategi yang brilian. Pertama, deklarasi ISIS ini berhasil menahan terpecah belahnya Daulah Islam Irak menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil oleh Al Jaulani.

Kedua, deklarasi ISIS ini berhasil mematikan mimpi Amerika dan Arab Saudi yang menginginkan sebuah model negara kerajaan Islam untuk Suriah, namun tetap tunduk pada Amerika dan bersahabat dengan Arab Saudi.

Ketiga, deklarasi ISIS ini berhasil menjadi furqan bagi kaum muslimin. Dimana kaum muslimin bingung membedakan antara brigade-brigade dan faksi-faksi yang benar-benar memperjuangkan Islam, dengan mereka yang memperjuangkan sebuah negara demokrasi.

Deklarasi ini juga menyingkap faksi-faksi dan brigade-brigade mana yang berhubungan dengan Amerika, dan faksi serta brigade mana yang berhubungan dengan Arab Saudi.

Ya! Arab Saudi dan kerajaan-kerajaan di Jazirah Arab adalah musuh para mujahidin, dan ini sudah diketahui oleh masyarakat luas sejak belasan tahun yang lalu, kecuali oleh mereka yang baru-baru ini kenal dengan dunia mujahidin.

Keempat, deklarasi ISIS ini berhasil menjadi tembok bagi munafikin, dimana jika ia jujur ingin mendirikan pemerintahan yang menerapkan syariat islam dan mempersatukan kaum muslimin. Maka inilah ISIS, sebuah hal yang diinginkannya, dan tidak mungkin akan diperanginya.

Kelima, deklarasi ISIS ini berhasil menghancurkan perjanjian Sykes Pycot, dimana mujahidin menolak mengakui batas negara antara Iraq dan Suriah.

Tidak diakuinya perjanjian Sykes Pycot oleh ISIS ini, layaknya penghancuran tembok Berlin, dimana Jerman saat itu dipisah menjadi dua wilayah dengan tembok oleh Amerika dan Rusia. Sedangkan pemisahan wilayah Irak dan Suriah lebih parah, yang sebagian besar hanya dipisahkan oleh gundukkan pasir yang tingginya tak lebih tinggi dari tingginya tanah kuburan.

Perjuangan terus berlanjut, satu demi satu kota di Suriah dibebaskan oleh ISIS, keteguhan dan kegigihan ISIS di garis depan membuat kagum berbagai faksi jihad yang lain. Perhatian ISIS terhadap rakyat suriah menjadi alasan bagi rakyat suriah untuk hijrah ke wilayah ISIS.

Dan akhirnya hampir setiap bulan kita mendapatkan berita mengenai bergabungnya berbagai kelompok-kelompok jihad ke dalam naungan Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) ini. Dan tidak sedikit para kabilah-kabilah yang membai’at Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi sebagai Amirul Mukminin Daulah Islam Irak dan Syam.

Dikarenakan begitu banyaknya rakyat di Suriah yang hijrah ke wilayah Daulah bagian Suriah. ISIS lalu membuka kantor perwakilan Daulah di kota Raqqa.

Membangun madrasah, pengadilan, menerapkan syariat islam, menetapkan jizyah, mengambil zakat dan memberikan keamanan kepada rakyat dari gangguan Shabiha (pembunuh bayaran Bashar Al Assad) dan preman-preman lokal.

Rakyat kota Raqqa pun patuh dan tunduk, mereka melaksanakan sholat berjamaah tepat waktu, para wanitanya tidak ada satupun yang menampakkan aurat di tempat umum. Plat mobil pun diganti dengan lambang Daulah Islam.

Listrik, air, makanan dan minyak atas izin Allah tetap melimpah. Disepanjang jalan dipenuhi baliho tentang islam. Sebuah kemajuan yang sangat dahsyat, yang membuat musuh-musuh islam geram.

"Setelah dunia gempar melihat perkembangan ISIS tersebut, maka dimulailah sebuah konspirasi dan fitnah terhadap ISIS."

Sebuah kegagalan besar, dikarenakan  fitnah yang muncul adalah fitnah yang sama seperti 6 tahun yang lalu, ISIS sudah melewati fitnah-fitnah seperti itu di Irak.

Itulah fitnah Shahawat atau Sahwa.

Bersambung ke Bab 5 - Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 5: Sahwa dan Sahwat]

Posting Komentar untuk "Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 4: Jabhah Nusrah dan ISIS]"