Keterkaitan Tauhid Uluhiyyah Dengan Berhukum Dengan Hukum Allah


Assalamu'alaikum. Para pembaca yang dirahmati Allah semuanya, ketauhilah bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إن الحكم إلا لله, أمر ألا تعبدوا إلا إياه.

(Sesungguhnya) hukum itu hanyalah untuk Allah, dan Allah tidaklah memerintahkan kalian beribadah kecuali hanya kepada Allah saja”. (QS. Yusuf 12: 40)

Dalam ayat ini Allah Ta’ala telah menjelaskan dengan sangat gamblang bahwasanya hukum itu hanyalah milik Allah, kemudian Allah menjelaskan bahwa kita diperintahkan untuk tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja.

Jelas sekali bahwasanya Allah menyandingkan masalah berhukum dengan hukum Allah dengan masalah ibadah, yang mana makna ringkasnya adalah bahwasanya masalah berhukum dengan hukum Allah itu masuk ranah tauhid uluhiyyah atau sebagian ulama menyebutnya dengan tauhid ibadah.

Allah jalla jalaluh juga berfirman:

ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله, والذين آمنوا أشد حبا لله.

“Diantara manusia ada orang yang menjadikan tandingan-tandingan dari selain Allah, mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta kepada Allah. Adapun orang-orang yang beriman itu amat sangat cinta kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah 2: 165)

Tentang ayat ini al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Adapun makna ridha adalah, apabila Allah berfirman, berhukum, memerintahkan, dan melarang, maka ia amat sangat ridha, tidak tersisa dihatinya rasa berat akan putusan Allah, dan ia amat sangat menerima. Meskipun hal tersebut menyelisihi keinginan dirinya, hawa nafsunya, pendapat orang yang ia taqlidin, syaikhnya atau kelompoknya”. (Madarijus Salikin 2/118)

Inilah hakikat seorang muslim, ia ridha akan segala putusan Allah hatta itu berupa hukum-Nya, karena ini semua adalah bagian dari ibadah kepada Allah dengan mentauhidkan Allah dalam masalah hukum-Nya. Maka dari itu Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah berkata:

الإشراك بالله في حكمه والإشراك به في عبادته كلها بمعنى واحد, لا فرق بينهما البتة.

“Menyekutukan Allah dalam hukum-Nya sama dengan menyekutukan Allah dalam beribadah kepadanya, semuanya bermakna satu, tidak ada perbedaan sama sekali diantara keduanya…”.

Sampai ucapan beliau:

وكلاهما مشرك بالله

Keduanya sama-sama musyrik”, (Adhwaul Bayan 7/162)

Na’am, jelas sekali bahwasanya menyekutukan Allah dalam masalah hukum-Nya semisal dia lebih memilih undang-undang buatan manusia daripada hukum Allah dalam masalah kehidupannya maka ini tidak ada bedanya dengan dia menyekutukan Allah dalam masalah ibadah semisal dia shalat untuk selain Allah atau menyembelih untuk selain Allah..

..kedua-duanya adalah sama, yaitu pelakunya adalah musyrik, dan ini bukan kata kami namun adalah berdasarkan nash dari al-Quran beserta penjelasan ulama diantaranya adalah asy-Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah ta’ala.

Hal ini juga dikuatkan oleh firman Allah yang lain:

ولا يشرك في حكمه أحدا

Tidaklah Allah menyertai seorang pun dalam masalah (membuat) hukum”. (QS. al-Kahfi 18: 26)

Tentang ayat ini asy-Syaikh asy-Syinqithi juga berkata:

أن متبعي أحكام المشرعين غير ما شرعه الله أنهم مشركون بالله

“Bahwasanya orang-orang yang mengikuti para pembuat syariat (atau hukum) selain apa yang Allah syariatkan, sungguh mereka itu adalah orang-orang yang musyrik terhadap Allah”. (Adhwaul Bayan 4/83)

Maka hati-hatilah wahai kaum muslimin, jangan sampai kalian mengikuti orang-orang yang membuat undang-undang selain Allah karena sungguh kalian bisa menjadi orang yang musyrik. Ikutilah syariat Allah dan jangan kalian ikuti para thaghut (orang-orang yang membuat hukum selain hukum Allah).

Na’am, orang-orang yang membuat hukum selain hukum Allah sungguh mereka adalah thaghut, sebagaimana firman Allah:

ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم ءامنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به

Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang mengklaim bahwasanya mereka beriman dengan apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan kepada sebelummu, mereka hendak bertahakum kepada thaghut pada mereka telah diperintahkan untuk kufur terhadap thaghut”. (QS. an-Nisa 4: 60)

Dalam ayat ini jelas sekali bahwasanya orang-orang yang menyekutukan Allah dalam masalah hukum, pada hakikatnya mereka telah berhukum kepada thaghut. Dan makna thaghut adalah sebagaimana penjelasan Ibnu Qayyim dibawah ini yaitu:

والطاغوت عام, فكل من عبد من دون الله ورضي بالعبادة من معبود, أو متبوع, أو مطاع في غير طاعة الله ورسوله, فهو طاغوت.

“Thaghut itu umum, dan setiap yang yang disembah dari selain Allah dan ia ridha dengan peribadahan tersebut seperti disembah, diikuti dan ditaati dengan selain ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah thaghut”. (I’lamul Muwaaqi’in 1/49-50)

Mereka (yang membuat hukum) disebut thaghut karena mereka itu ditaati dan diikuti sedang mereka ridha akan hal tersebut, maka jadilah mereka thaghut yang mana banyak dari manusia berhukum kepadanya, waliyadzubillah. [Alberto]

Sumber: Mata-Media

Posting Komentar untuk "Keterkaitan Tauhid Uluhiyyah Dengan Berhukum Dengan Hukum Allah"