Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 1: Az Zarqawi]

Sejarah Berdirinya Khilafah [Bagian 1: Zarqawi]

Sejarah Lengkap Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman

Credit: Abu Yusuf untuk Al-Mustaqbal Channel

Semuanya berawal pada suatu sore dengan angin keras dan dingin pada bulan Desember 1989, Huthaifa Azzam, putra belasan tahun dari mujahidin pemimpin Syekh Abdullah Azzam, pergi ke bandar udara di Peshawar, Pakistan, untuk menyambut sekelompok pemuda-pemuda yang datang. Semua adalah calon baru, sebagian besar dari Jordan, dan mereka telah datang untuk berjuang di Afghanistan.

Huthaifa menyambut mereka, beberapa diantara masih pelajar, dan yang lain adalah profesor dan syekh. Salah satu dari mereka akan diingat namanya dalam sejarah dan ditulis dengan tinta emas, nama pemuda tersebut adalah Ahmad Fadhil Nazzal al Khalaylah. Dilahirkan di Zarqa, Yordania pada tanggal 20 Desember 1966.

Sehingga dia mendapatkan akhiran nama Az Zarqawi, yang dinisbatkan kepada kota Az Zarqa’ tempat beliau lahir. Ya! dialah Abu Musab Az-Zarqawi.

Zarqawi menghabiskan masa kecilnya di distrik Ramzy, salah satu titik kumuh berpenduduk padat, kota Az Zarqa’.

Hingga sekolah menengah tingkat atas, Zarqawi belajar di kota Zarqa. Abu Musab al-Zarqawi pada saat itu dikenal sebagai pemuda yang sering berbuat masalah, tidak kurang dari 37 kali ia ditangkap oleh polisi setempat karena “berkelahi karena mabuk”.

Menginjak dewasa, beliau menjadikan masjid Abdullah bin Abbas sebagai rumah ke duanya. Di masjid inilah Zarqawi mulai merajut kembali tali persahabatan baru dan mengenal islam lebih dalam.

Teman-teman barunya kebanyakan berasal dari jamaah Islam. Jamaah yang berbeda-beda, namun sama-sama berusaha medorong kaum muda untuk berjihad.

Hingga ide jihad dan mati syahid tumbuh berkembang dalam diri Zarqawi. Yang akhirnya membawa mereka ke tanah jihad Afghanistan pada umur 23 tahun.

Huthaifa Azzam penghubung dua generasi.

Ia mulai memasuki pertempuran pada umur lima belas tahun, memberantas Soviet di Afghanistan dengan bapaknya dan Usamah bin Laden; tiga tahun kemudian, pada Desember malam itu di bandar udara Peshawar, ia bertemu dengan Abu Musab al-Zarqawi untuk pertama kalinya.

“Ia adalah orang biasa seperti yang lain, tidak ada yang menarik perhatian darinya.” kata Huthaifa Azzam saat melihat pertama kali al-Zarqawi’s di Afghanistan.

“Ia adalah orang yang penuh ketenangan dan tidak banyak bicara. Tetapi ia berani. Zarqawi tidak mengetahui arti dari ketakutan. Ia pernah terluka lima atau enam kali di Afghanistan dan Irak.

Ia dengan sadar melakukan manuver-manuver yang (yang kami anggap dapat) membahayakan dirinya saat pertempuran.

Ia bertempur di Khost dan Kardez, dan pada April 1992 ia menjadi saksi atas pembebasan Kabul oleh mujahidin saat itu. Banyak komandan dari Arab yang terkenal di Afghanistan, dan Zarqawi bukanlah salah satunya.

Ia juga bukan orang yang sangat religius pada saat itu. Ia “mengenal islam yang sesungguhnya” tiga bulan sebelum datang ke Afghanistan, bahkan al-Zarqawi tidak langsung bergabung dengan mujahidin saat kedatangannya, tetapi ia mencoba menjadi jurnalis.

Ia bekerja sebagai wartawan untuk sebuah majalah jihad kecil, Al-Bonian Marsous, yang diterbitkan di kota Peshawar, sebelum akhirnya terlibat dalam peperangan.”  kenang Huthaifa Azzam

Di medan Afghanistan inilah Abu Musab Az Zarqawi berkenalan dengan Abu Muhammad Al Maqdisi. Setelah Soviet dikalahkan di Afghanistan, tidak ada lagi musuh yang bisa diperangi para mujahidin.

Maka mujahidin yang pernah hijrah, kembali ke negrinya masing-masing. Huthaifa Azzam dan Zarqawi meninggalkan Afghanistan untuk mengejar dua hidup yang berbeda, tetapi mereka dipertemukan sekali lagi dalam medan perang jihad di Irak pada tahun 2003.

Abu Mus’ab Az Zarqawi menceritakan bahwa pada saat itu: “Kami melihat sebagian faksi-faksi jihad jauh dari manhaj yang lurus, maka kami putuskan keluar dari Afghanistan untuk mencoba melakukan sesuatu (eksperimen) di negeri Syam, khususnya di Palestina dan Yordania.“

Sesampainya di Yordania, mereka terkejut ketika mengetahui bahwa kerajaan Yordania terlah melakukan perjanjian damai dengan Israel, dan Ikhwanul Muslimin yang dulu menjadi oposisi raja Hussein kini mendukung pemerintahannya.

Mereka pun lalu mengumpulkan sebagian besar alumnus jihad Afghan, dan mantan-mantan Ikhwanul Muslimin. Mereka lalu mendirikan organisasi Jamaah At Tauhid dan berubah nama menjadi Baiatul Imam.

Itulah “eksperimen” tersebut, yang tak lain adalah pembentukan sebuah gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan kerajaan dan membentuk pemerintahan yang Islami (Khilafah).

Namun tak lama kemudian, mereka dan para anggota organisasi ini disidang dan dijebloskan ke dalam penjara militer pada tanggal 29 Maret 1994 atas tuduhan kepemilikan senjata tanpa izin dan bergabung dengan organisasi yang ingin menghancurkan kerajaan.

Mereka ditahan di sebuah penjara di Gurun Sawaqah, dimana banyak tahanan politik dari berbagai pemikir islam yang dipenjara disana.

Tidak kurang dari enam ribu tahanan yang berada di Gurun Sawaqah tersebut. Pada saat inilah Zarqawi mengembangkan pengetahuan agamanya.

Di penjara tersebut, ia bahkan mampu menghafal Al qur’an di luar kepala. Maka dengan karakter sifat karismatik yang dimilikinya, Zarqawi mampu menarik hati para kaum muslimin di penjara untuk tunduk dan menyerahkan tongkat keemimpinan kepadanya.

Jadilah kemudian Zarqawi sang pengambil keputusan bagi kelompok di dalam penjara. Dia terapkan semua pandangannya kepada semua anggota kelompok. Itu terjadi pada musim panas tahun 1996 M.

Zarqawi keluar dari penjara pada bulan Maret 1999 M, karena mendapatkan amnesti menyeluruh dari raja Abdullah II dalam rangka kenaikan tahtanya.

Namun Zarqawi yang begitu cinta dengan jihad memutuskan untuk meninggalkan Yordania, lalu menuju Pakistan. Dari Pakistan ia berniat berangkat ke medan jihad Chechnya yang dilihatnya lebih membutuhkan para mujahidin Arab daripada negara lainnya.

Namun qadarullah, pemerintah Pakistan menangkapnya atas dakwaan masa izin tinggal telah habis. Setelah delapan hari penangkapan, Zarqawi berhasil melarikan diri ke Afghanistan. 

Ia pun lalu membangun kamp pelatihan khusus di kota Herat, Afghanistan Barat. Para pengikutnya yang dikenal dengan Jundusy Syam (Tentara Syam) mulai berdatangan pada akhir tahun ke kamp tersebut.

Kamp militer Herat didirikan setelah beberapa perdebatan dirinya dengan beberapa tokoh jihad disana, Az Zarqawi kurang puas dengan cara kerja Al Qaidah dan Taliban.

Menurutnya, keduanya kurang keras dalam memukul musuh-musuhnya. Baginya, aksi-aksi jihad harus lebih berdarah dan menyakitkan bagi musuh-musuh islam. Ia berkeinginan membentuk sebuah model pasukan yang sesuai dengan keinginannya.

Meskipun demikian, ia tetap menjaga hubungan baik dengan kelompok jihad tersebut, yang akhirnya memberinya 5.000 dollar untuk membangun kamp miliknya sendiri.

Yang berada di Herat, perbatasan Afghanistan dan Iran. Pada tahun 2000, Az-Zarqawi hanya memiliki  tidak lebih dari 12 orang ditambah beberapa muhajirin dari Amman dan Peshawar yang bergabung ke kamp miliknya.

Az-Zarqawi menjelaskan bahwa kamp militernya adalah kamp khusus, yang akan membentuk suatu angkatan perang islam. Pasukan perang yang bisa “diekspor” kemanapun di belahan dunia yang membutuhkannya.

Banyaknya pejuang al-Zarqawi’s berlipat dari selusin ke ratusan di tahun berikutnya, dan saat akan pindah ke Irak diketahui Az Zarqawi telah memiliki 300 pasukan dibawah komandonya.

Ketika terjadi serangan Amerika ke Afghanistan pada akhir tahun 2001, Zarqawi dan kelompoknya meninggalkan Herat, lalu menunju Kandahar.

Zarqawi dan kelompoknya bersama-sama Taliban dan Al Qaidah berada dalam pertempuran sengit di Kadahar dan Tora Bora. Dalam pertempuran ini, salah satu tulang rusuk Zarqawi patah.

Meski hebatnya gempuran tentara Amerika, kelompoknya mampu mundur dengan selamat dari serangan dan kepungan Amerika.

Meninggalkan Afghanistan adalah satu-satunya pilihan bagi Zarqawi pasca jatuhnya kota Kandahar. Maka ia pun memutuskan untuk pindah menuju Iran.

Di Iran, Zarqawi menggelar sidang Syura dengan para anggota seniornya. Dalam sidang ini ia memutuskan untuk bertolak ke Irak atas dasar keyakinannya bahwa negara itu akan menjadi ajang pertempuran mendatang melawan Amerika.

Bersambung ke Bab 2 - Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 2: Tandhim Tawhid Wal Jihad]

Posting Komentar untuk "Sejarah Berdirinya Khilafah di Akhir Zaman [Bagian 1: Az Zarqawi]"